Halaman

27.8.21

Sumbangan Utsmaniyah dalam Ilmu Seni Kaligrafi Islam

 https://www.hidayatullah.com/spesial/ragam/read/2018/10/24/153381/sumbangan-utsmaniyah-dalam-ilmu-seni-kaligrafi-islam.html

Sumbangan Utsmaniyah dalam Ilmu Seni Kaligrafi Islam 

Hidayatullah.com–Salah satu era keemasan Kesultanan Utsmaniyah (Kerajaan Ottoman) berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satunya adalah  berkembangnya salah cabang seni kaligrafi Islam atau lebih tepat disebut seni khat Arab, sebuah seni yang sangat dicintai dan dihormati oleh Turki Utsmaniyah, tumbuh subur terutama di Kota Istanbul.

Di antara beragam bentuk seni Islam, penulisan khat Al-Quran adalah salah satu seni  yang sangat dihormati. Ini kerena seni khat menjadi sarana penting melestarikan Al-Quran.

Sejarah mencatat, di masa Kesultanan Turki Utsmani, seni khat mendapat tempat yang terhormat.  Tak hanya para seniman dan pelajar yang menggeluti seni menulis huruf Arab itu, tetapi beberapa sultan pun dikenal sebagai khatath andal.

Semua bermula di abad ke 10, ketika orang orang Turki memutuskan migrasi dan meninggalkan tanah kelahirannya.Mereka menuju wilayah Turkestan, Afghanistan, dan Iran.  Sebelumnya, nilai-nilai Islam telah menjadi pegangan bagi sebagian besar warga di tiga wilayah itu.

Baca: Indahnya Kaligrafi Gaya Dekoratif Mahroji 

Kontak ini kemudian membuat orang-orang Turki secara massal berpindah agama (Islam) dan memutuskan menjadi Muslim. Setelah memeluk Islam, kecintaan mereka terhadap bahasa Arab pun tumbuh.

Secara perlahan, mereka meninggalkan abjad Uighur lama yang sebelumnya digunakan. Bahasa Arab pun mereka gunakan hingga seribu tahun sampai muncul abjad baru Turki pada 1928.

Meski telah memiliki abjad sendiri, kecintaan orang-orang Turki terhadap bahasa dan tulisan Arab tak pernah pudar. Kecintaah inilah yang menumbuhsuburkan perkembangan seni kaligrafi Islam atau khat.

Sebuah naskah Al-Quran dari Afrika Utara . 750-800 M, kombinasi unik dari beberapa aspek gaya kaligrafi Kufi awal

Perkembangan seni tersebut kian mencapai kegemilangannya saat lahir sebuah pemerintahan Islam, Turki Utsmani. Seni khat tak hanya ada di dalam hati warga, tapi pemerintah juga mendorong perkembangan seni kaligrafi tersebut.

Tak heran jika Kota Istanbul, yang merupakan pusat administrasi pemerintahan Turki Usmani, menjadi pusat perkembangan seni khat. Di kota itu, karya-karya kaligrafi yang paling indah dan sangat berkualitas bermunculan.

Meski seni kaligrafi bukanlah asli Turki, bangsa Turki mampu mengadopsi seni kaligrafi dan mengembangkannya menjadi seni khat secara baik. Perkembangan ini diiringi dengan semangat keagamaan dan kesenian yang luar biasa. Termasuk, dukungan dari penguasa.

Saat berkuasa, Sultan Mehmed Sang Penakluk memberikan perhatian besar pada seni murni secara umum dan seni khat pada khususnya. Ini terlihat dengan banyaknya koleksi tulisan khat yang ditulis oleh penulis khat jenius, Syeikh Hamdullah (1429-1520).

Baca: 3 Putra Indonesia Raih Juara dalam Kompetisi Kaligrafi Internasional .

Berawal dari masa kejayaan Syeikh Hamdullah, seni khat era Turki Utsmani terus bertahan dalam rentang waktu yang panjang, yakni lima abad. Seni khat Turki Utsmani mencapai titik keemasannya pada abad ke-19 dan 20.

Meski Syeikh Hamdullah dipuja sebagai bapak kaligrafi Turki, namun ranah khat di negeri itu tak melulu tampil dengan khat Hamdullah. Dalam perkembangannya, muncul khatkhat lain.

Di antaranya ilmu yang bekembang adalah; khat jelî , syikastah, syikastah-amiz, diwani, dan diwani jelî Syikastah (bentuk patah) adalah biasanya digunakan untuk keperluan praktis.

Sementara khat diwani dikembangkan oleh Ibrahim Munif pada akhir abad ke-15. Khat ini didominasi oleh garis-garis melengkung dan bersusun. Belakangan, khat diwani dikembangkan lagi dan lahirlah khat diwani baru.

Khat diwani baru itu disebut juga dengan diwani jelî  atau humayuni (kerajaan). Khat ini dikembangkan sepenuhnya oleh Hafidz Usman dan murid-muridnya.

Ketika Sultan Bayezid II wafat, kejayaan Syeikh Hamdullah pun meredup. Khatath (penulis khat)yang sepanjang hayatnya telah menulis 47 salinan Al-Quran itu pun memutuskan angkat kaki dari Istanbul dan pulang ke kota asalnya di Anatolia Utara, Turki bagian barat.

Seni Khat ini juga banyak digunakan untuk panel dekoratif prasasti pada bangunan keagamaan, serta arsitektur bangunan-bangunan publik. Khat jelî tersebut juga diterapkan pada buku-buku, seperti penulisan Mushaf Al-Quran.

Baca: IRCICA Hidupkan Kembali Peradaban dan Seni Kaligfari Islam 

Di kemudian hari, khat itu dikombinasikan dengan bentuk-bentuk geometri dan bentuk alam. Secara umum, perkembangan kaligrafi sebagai seni dekoratif disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain, Al-Quran yang memberikan inspirasi.Biasanya, para pakar khat menuliskan ayat-ayat Al-Quran sebagai hiasan sekaligus simbol keagamaan di masjid-masjid. Tujuannya dari penulisan ini sendiri bukan hanya sekadar untuk menciptakan dekorasi yang indah.

Selain kekhasan khat yang berkembang di wilayah Turki Utsmani, ada bebera model khat yang secara umum berkembang di dunia Islam; khat kufi, tsuluts (tsulutsi) dan naskhiKhat kufi berasal dari Kufah, merupakan sebuah kota yang dikenal dengan banyaknya penulis transkripsi Al-Quran.

Khat Tsuluts pertama kali dibuat pada abad ke-7 pada zaman Khalifah Ummayah akan tetapi baru dikembangkan pada akhir Abad ke-9.

Khat kufi biasanya memiliki bentuk huruf berbentuk panjang sehingga cocok untuk hiasan arsitektur. Sedangkan naskhi, merupakan khat kaligrafi yang lebih tua dibandingkan kufiKhat kaligrafi ini lebih banyak dikembangkan di dunia Islam.*

Rep: Admin Hidcom
Editor: Cholis Akbar